A. Latar belakang
Saat ini masyarakat hidup di tengah era revolusi industri 4.0, hal ini ditandai dengan munculnya fase “internet of things” yakni era dimana teknologi informasi dan komunikasi, terutama internet, telah terintegrasi pada setiap aspek kehidupan masyarakat, mulai dari media komunikasi dan informasi, transportasi, hingga transaksi finansial, dan banyak aspek lainnya yang kemudian berubah menjadi salah satu kebutuhan primer masyarakat dengan segudang kemudahan yang ditawarkannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa berbagai implikasi kompleks dalam kehidupan manusia dan hubungan antar negara. Semenjak dikenalnya pola komunikasi melalui dunia maya atau internet, batas-batas konvensional yang dahulu dianut dan dipatuhi oleh konsensus internasional menjadi semu. Perkembangan teknologi komputer juga menghasilkan berbagai bentuk kejahatan komputer di lingkungan cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang dikenal dengan cybercrime, internet fraud, dan lain-lain.
Dalam hampir satu dekade ini, isu tentang ancaman berbasis sistem komputer dan informasi (siber) terus didengungkan, karena faktanya ancaman siber saat ini dapat memicu ketegangan antar negara yang berimbas pada terancamnya kedamaian dunia. Tren ancaman serangan siber akan terus berkembang bersamaan dengan perkembangan teknologi informasi.
Di Indonesia pun terjadi kerentanan akan siber hal itu disebabkan oleh lemahnya infrastruktur pertahanan siber (cyber defense) indonesia hingga saat ini. Di tambah lagi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang memadai mengenai ketahanan dan keamanan cyber. Hal ini dikarenakan kebanyakan pihak yang terlibat dalam ranah cyber merupakan pihak ketiga seperti aktor non negara, individu hacker, organisasi non-pemerintahan, dan sektor swasta. Hal tersebut diperparah dengan minimnya pengalaman Indonesia dalam menghadapi permasalahan siber yang mengakibatkan proses pembuatan hukum yang mengatur secara eksplisit masalah keamanan dan pertahanan siber di Indonesia tak kunjung menemukan titik terang. Sampai saat ini hanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana menurut ketentuan dalam Pasal 27 sampai dengan pasal 37 yang secara tidak langsung mengatur keamanan siber di Indonesia.
B. Rumusan masalah
Bagaimana dan seperti apa itu kejahatan siber ?
Bagaimana pentingnya peningkatan pertahanan siber dalam rangka menguatkan pertahanan Negara Indonesia ?
C. Pembahasan
Kejahatan siber (Cyber Crime)
Kejahatan siber merupakan salah satu sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai dampak negatif sangat luar bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini.
Kegiatan hacking atau cracking yang merupakan salah satu bentuk dari kejahatan siber telah membentuk opini umum para pemakai jasa internet bahwa kejahatan siber merupakan suatu perbuatan yang merugikan bahkan amoral. Perbuatan cracker juga telah melanggar hak-hak pengguna jasa internet sebagaimana digariskan dalam The Declaration of the Rights of Netizens yang disusun oleh Ronda Hauben. Kejahatan siber adalah salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Jadi kejahatan siber dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi computer dan telekomunikasi. Ada beberapa bentuk modus kejahatan siber antara lain:
a. Unauthorized Access to Computer System and Service (Akses tidak sah ke sistem computer dan layanan)
b. Illegal Contents (isi tidak sah)
c. Data Forgery (pemalsuan data)
d. Cyber Espionage (spionase cyber)
e. Cyber Sabotage and Extortion (sabotese dan pemerasan)
f. Offense against Intellectual Property (kejahatan terhadap proporti intelektual)
g. Infringements of Privacy (pelanggaran privasi)
h. Cracking (Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses)
i. Carding (kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil).
Pentingnya peningkatan pertahanan siber dalam regulasi untuk penguatan pertahanan Negara Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, telah ditetapkan bahwa ancaman dalam sistem pertahanan negara terdiri dari ancaman militer dan ancaman non militer. Ancaman militer didefinisikan sebagai ancaman tradisional yang secara fisik mengancam kedaulatan, sedangakan ancaman non miilter merupakan ancaman non fisik, termasuk didalamnya ancaman berbasis teknologi informasi (cyber threats) yang bila eskalasinya meluas dapat mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah maupun keselamatan bangsa. Namun saat ini belum ada regulasi setingkat Undang-Undang yang mengatur secara khusus mengenai kejatahan siber di Indonesia. Satu-satunya aturan yang secara tidak langsung mengimplementasikan masalah kesamanan siber dalam negeri terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dimana menurut ketentuan dalam Pasal 27 sampai dengan pasal 37 secara implisit menyatakan bahwa segala bentuk kegiatan peretasan, penyalahgunaan perangkat, gangguan sistem, gangguan data secara tidak sah atau tanpa hak terhadap informasi dan transaksi elektronik merupakan bentuk pelanggaran pidana yang diancam dengan sanksi tegas. Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat secara jelas bahwa UU ITE memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan tidak secara implisit untuk menghadapi kejahatan siber.
Laporan pemantauan keamanan internet Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) mencatat ada 232.447.974 serangan siber ke Indonesia sepanjang 2018. Dari 232,45 juta serangan ini, nyaris setengahnya atau sekitar 122.435.215 merupakan serangan malware. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 200 juta serangan. Peningkatan serangan siber ini ditengarai sebagai akibat dari semakin canggihnya serangan yang dikembangkan oleh aktor kriminal siber. BSSN mencatat data serangan siber ini juga mencakup 2.885 serangan dari laporan publik dan 1.872 peretasan dari celah keamanan. Disamping itu, BSSN juga mencatat ada 16.939 insiden situs. Sedangkan sisanya merupakan angka serangan lain yang tidak dijelaskan lebih rinci oleh BSSN.
Hal ini membuktikan bahwa di era pesatnya perkembangan teknologi dan rentannya kejahatan siber sebagai dampak negative perkembangan tersebut Negara Indonesia membutuhkan peningkatan ketahanan dan keamanan dalam berlalu lintas di dunia maya yaitu di sektor regulasi berupa undang-undang yang efisien untuk menindaklanjuti kejahatan-kejahatan siber yang terjadi saat ini dan masa yang akan datang demi keselamatan bangsa. Namun demikian, apabila di masa mendatang undang-undang tentang keamanan dan pertahanan siber berhasil dirampungkan, maka kedudukan UU ITE adalah sebagai lex generalis dari undang-undang tentang ketahanan siber.
D. Kesimpulan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa berbagai implikasi kompleks dalam kehidupan manusia dan hubungan antar Negara. Perkembangan teknologi komputer tidak hanya memberikan akses kemudahan bagi manusia tapi juga menghasilkan efek negatif seperti kejahatan komputer di lingkungan cyberspace yang kemudian melahirkan istilah baru yang dikenal dengan Cybercrime, Internet Fraud, dan lain-lain. Maraknya isu siber yang terjadi dalam satu dekade ini dapat memicu ketegangan antar negara dan serangan siber ini bersifat fatal karena menyerang pertahanan sebuah negara . Indonesia sendiri masih terjadi kerentana akan serangan siber, hal ini di karenakan lemahnya infrastruktur yang memadai untuk menghadapi siber dan kurangnya pengalaman menghadapi siber serta belum adanya regulasi khusus yang setingkat Undang-Undang untuk menjadi alat penindakan siber di Indonesia. Hal ini tentu menjadi prioritas utama dimana berkaitan dengan ketahanan dan keamanan Negara. Demi menciptakan ketertiban dan kesejahteraan rakyat maka Negara harus melindungi segenap bangsa dari seluruh ancaman baik dari luar maupun dalam negeri. Maka dari itu solusi yang tepat sebagai dasar yaitu membentuk undang-undang khusus siber yang dapat menangani ancaman-ancaman yang akan terjadi di masa sekarang dan masa yang akan datang.
During procurement, the printer ink often runs out, which is the climax of the story, so that the distribution sequence is mixed up in fifteen faculties. I really like it, and I look forward to hearing from you next. Thank you for the information about today's most popular news this year. For more detailed information, please visit our website for further information Viralfirstnews