Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE)
Penulis A. Muh. Prima
Masih minimnya kesadaran masyarakat akan hukum berimbas tidak maksimalnya pelaksaan hukum di Indonesia. Sehingga, untuk tetap terjalannya hukum sebagaimana mestinya, maka di bentuklah aturan didalam masyarakat untuk mengendalikan masyarakat yang melanggar hukum dan demi terciptanya masyarakat yang taat hukum. Salah satunya yaitu pelanggaran berlalu-lintas yang akibatnya menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi akibat kelalaian pengendara. Perilaku masyarakat sangat menentukan dalam pelanggaran dalam berlalu lintas. Beberapa masyarakat berdalih bahwa ketidaktaatan masyarakat akan hukum yang berlaku dikarenakan ketidakpercayaan masyarakat akan penindakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Salah satu yang menjadi perdebatan masyarakat yaitu mengenai Bukti pelanggaran (tilang). Bukti pelanggaran (tilang) adalah adalah denda yang dikenakan oleh Polisi kepada pengguna jalan yang melanggar peraturan. Di Indonesia terdapat 2 macam sistem penilangan, yaitu:
Tilang Manual
Sistem tilang Polisi harus menerangkan dengan jelas kepada pelanggar apa kesalahan yang terjadi, pasal berapa yang telah dilanggar dan tabel berisi jumlah denda yang harus dibayar oleh pelanggar. Pelanggar dapat memilih untuk menerima kesalahan dan memilih untuk menerima slip biru, kemudian membayar denda di bank BRI tempat kejadian dan mengambil dokumen yang ditahan di Polsek tempat kejadian, atau menolak kesalahan yang didakwakan dan meminta sidang pengadilan serta menerima slip merah. Pengadilan kemudian yang akan memutuskan apakah pelanggar bersalah atau tidak, dengan mendengarkan keterangan dari polisi bersangkutan dan pelanggar dalam persidangan di kehakiman setempat, pada waktu yang telah ditentukan (biasanya 5 sampai 10 hari kerja dari tanggal pelanggaran).
Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau biasa disebut Tilang Elektronik (e-tilang).
Pada dasarnya, E-TLE merupakan pengembangan dari e-tilang yang baru saja diberlakukan oleh KORLANTAS POLRI di kota Surabaya, Jakarta, dan Makassar. E-tilang proses penindakannya dilakukan oleh anggota kepolisian dilapangan dan pelanggar yang ditilang mendapatkan nomor BRI Virtual akun (BRIVA). Kode BRIVA ini digunakan pelanggar untuk membayar sistem E- tilang, setelah pelanggar membayar, secara otomatis aplikasi pada petugas tilang akan berubah warna hijau, kalau belum bayar warnanya biru. Setelah denda dibayarkan masyakat dapat mengambil barang bukti yang disita. Fungsinya untuk mempercepat tugas polisi di lapangan saat menindak pelanggar dengan memanfaatkan aplikasi di Android tanpa harus menulis data di surat tilang secara manual, pun memperlancar proses pembayaran denda.Sementara E-TLE dilakukan dengan memanfaatkan kamera CCTV (Closed Circuit Television) dan bukan polisi di lapangan. Kamera CCTV berteknologi canggih tersebut dipasang di beberapa lampu lalu lintas. CCTV pun dilengkapi sensor inframerah yang dimana Fitur ini memungkinkannya mengambil gambar pengemudi dan identitas kendaraan yang dianggap melanggar lalu lintas secara otomatis dan pengambilan gambar bisa mencapai radius 10 meter. Sekalipun kendaraan bergerak dengan kecepatan lebih dari 35 kilometer per jam.
E-TLE akan menindak pelanggaran batas kecepatan, pelanggaran marka dan rambu jalan seperti menerobos lampu merah atau kendaraan berada di zebra cross saat lampu merah, salah jalur atau melawan arus, kelebihan daya angkut dan dimensi, pengeteman atau parkir liar, kemungkinan pelanggar ganjil-genap, pengemudi yang ugal-ugalan, tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dan menggunakan ponsel saat berkendara juga akan terdeteksi. Selain digunakan untuk mengidentifikasi pelat nomor dan informasi lainnya tentang pemilik kendaraan, hasil rekaman E-TLE bisa dijadikan barang bukti yang sah di mata hukum untuk menindak pelanggar. Adapun untuk mekanisme dari E-TLE yaitu:
CCTV tilang elektronik ETLE akan memantau keadaan lalu lintas di titik yang dipasangi. Jika terjadi pelanggaran, teknologi bernama Automatic Number Plate Recognition (ANPR) akan merekam tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) yang terdapat pada masing-masing kendaraan bermotor. ANPR merupakan alat yang secara otomatis merekam dan menyimpan bukti pelanggaran, yang digunakan sebagai barang bukti ketika penindakan berlangsung. Bagi pelanggar, penindakan pertama akan dilakukan konfirmasi melalui pemberitahuan ponsel. ini diperlukan untuk menangkal salah sasaran pelanggaran. Jika sudah pasti, petugas akan menentukan jenis dan pasal yang dilanggar, kemudian membuat dan mengirimkan surat tilang kepada pelanggar melalui Pos Indonesia.
Kemudian dalam waktu selambatnya tiga hari setelah pelanggaran terjadi, kepolisian akan mengecek indentitas kendaraan bermotor, membuat surat konfirmasi dan verfikasi, lalu mengirim surat tersebut ke pemilik kendaraan bermotor.
Usai menerima surat konfirmasi pelanggaran lalu lintas atau pemilik kendaraan yang melanggar, wajib melakukan klarifikasi. Prosesnya nanti bisa ditempuh melalui website atau aplikasi yang saat ini masih tahap persiapan. Fungsi dari klarifikasi menurut Yusuf berguna untuk memastikan apakah mobil tersebut dibawa oleh pemilik kendaraan atau orang lain. Bahkan untuk memastikan juga apakah mobil tersebut masih milik tangan pertama atau sudah dijual namun belum berganti nama. Proses klarifikasi pelanggar ini maksimal tujuh hari. Harus ada klarifikasi bila tidak direspons STNK akan diblokir
Untuk pembayaran denda, Setelah proses klarifikasi pelanggar akan diberikan waktu tujuh hari membayar melalui bank BRI, bila melewati batas waktu, STNK langsung diblokir.
Setelah itu, pelanggar dapat membayar denda tilang melalui ATM, internet banking,atau datang langsung ke bank.
Jika pelanggaran kembali dilakukan tanpa membayar denda tilang sebelumnya, tagihan bersifat akumulatif.
Ada dua regulasi yang menjadi fondasi tilang E-TLE. Pertama, Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang tertera dalam pasal 272 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
“(1) Untuk mendukung kegiatan penindakan pelanggaran di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat digunakan peralatan elektronik.
(2) Hasil penggunaan peralatan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.’’
Kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan, dan Penindakan Pelanggaran LLAJ yang tertera dalam pasal 28 butir 1-5 yang berbunyi:
”(1) Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang didasarkan atas hasil rekaman peralatan elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c, Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat menerbitkan Surat Tilang;
(2) Surat Tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum elektronik.
(3) Surat Tilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pelanggar sebagai pemberitahuan dan panggilan untuk hadir dalam sidang pengadilan.
(4) Dalam hal pelanggar tidak dapat memenuhi panggilan untuk hadir dalam sidang pengadilan, pelanggar dapat menitipkan uang denda melalui bank yang ditunjuk oleh Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penindakan pelanggaran berdasarkan alat bukti rekaman elektronik diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.”
UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juga memperkuat dasar hukum E-TLE untuk tilang, bahwa informasi, dokumentasi, dan hasil cetak elektronika dapat digunakan menjadi alat bukti pengadilan.
Sementara ini tilang E-TLE tidak berlaku untuk kendaraan non pelat karena data registrasinya belum terintegrasi nasional. Penindakan pun belum diterapkan selama uji coba, mengingat pihak kepolisian masih mempertajam sosialisasi kepada masyarakat.
Kendati demikian, pihak kepolisian menghimbau agar pemilik kendaraan baru atau lama untuk mendaftar email dan nomor ponsel di Samsat yang sudah di mulai 1 Oktober 2018 kemarin, demi mempermudah konfirmasi dan identifikasi seandainya terjadi masalah seperti pencurian.
Adapun negara-negara yang berhasil menerapkan e-tilang dengan sangat baik yaitu:
Amerika Serikat
Sejak diberlakukannya e-tilang, Amerika Serikat berhasil menjaring banyak pelanggar dengan berbagai bentuk tindak pelanggaran lalu lintas. Sejak diberlakukan pertama kali pada tahun 2009, cakupan penerapan kebijakan ini telah merata di 400 kota di seluruh negara bagian.
Inggris
Terkait dengan kebijakan ini, Inggris telah memasang ribuan CCTV di seluruh penjuru. Dari jumlah tersebut, otoritas terkait mampu memantau 14 juta mobil per harinya.
Yang istimewa, otoritas setempat telah mengaktifkan 20 puluh jenis CCTV untuk menopang laju kebijakan ini. Setiap CCTV memiliki spesifikasi dan fungsi yang berbeda.
Korea Selatan
Bila mengukur kesuksesan penerapan kebijakan ini di kalangan negara Asia, Korea Selatan nampaknya jadi salah satu yang paling berhasil. Pasalnya, puluhan ribu CCTV yang disebar otoritas setempat telah mampu mengurangi angka kejahatan jalanan dan meningkatkan kesadaran berlalu lintas masyarakat.
Jepang
Di Jepang, di negara yang terkenal dengan kedisiplinan tinggi, penerapan kebijakan ini dilakukan sangat serius. Sejak 2014, ribuan CCTV dipasang oleh otoritas setempat.
Tak hanya di jalan raya dan wilayah-wilayah vital. Otoritas setempat bahkan menempatkan CCTV sampai di gang-gang kecil.
Yang menarik, dari kebijakan ini, kita dapat melihat bahwa kedisiplinan masyarakat Jepang betul-betul nyata. Terbukti, dari penerapan kebijakan ini, pemerintah Jepang hanya mampu mengumpulkan uang sebesar Rp 221 juta yang dihasilkan dari denda para pelanggar.
Singapura
Negara tetangga Indonesia, Singapura juga memiliki capaian yang cukup baik terkait dengan penerapan kebijakan ini. Pada 2012, otoritas setempat memasang sebanyak 6.500 CCTV di seluruh wilayah. Dalam kurun waktu tersebut, otoritas setempat berhasil menangkap 1.900 penjahat dengan bantuan CCTV.
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan dari Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) di negara yang menerapkan sebelum indonesia, berhasil mengurangi tingkat pelanggaran pengguna lalu lintas. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari perilaku masyarakat yang sadar dan taat akan hukum, seperti warga jepang yang dikenal dengan tingginya budaya kedisiplinan. belum adanya perubahan perilaku masyarakat dengan operasi bukti pelanggaran (tilang) dalam berlalu lintas dimana banyak pengguna jalan yang mengabaikan aturan berlalu lintas sehingga menjadi pemicu terjadinya kecelakaan, dan juga pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh pelanggar sering disalah manfaaatkan oleh oknum polisi yang sedang bertugas. Karena tidak ingin melalui proses pengadilan, sehingga melakukan tindak penyuapan yang sebelumnya ditawarkan oleh oknum tersebut. Dengan adanya E-TLE ini, pelanggar dipermudah karena: Lebih cepat waktu penindakannya, Pelanggar tidak perlu hadir sidang di pengadilan negeri, Data tilang langsung terkoneksi dengan back office sehingga diperoleh data akurat Terkoneksi dengan bank untuk pembayaran denda. Sehingga masyrakat tidak perlu khawatir akan masalah tersebut. Perilaku masyarakat yang seharusnya terhadap operasi bukti pelanggaran (tilang) dalam berlalu lintas tidak dapat hanya diberi makna sebagai pemakai jalan/manusia, karena pemakai/pengguna jalan dapat perseorangan dan juga perseorangan yang mewakili korporasi. Selalu patuhi rambu lalu lintas. Kebiasaan mengabaikan itu bisa membahayakan keselamatan orang lain. Mempraktikkan tertib lalu lintas bukan sekadar mencerminkan kepribadian diri sendiri, tapi juga menekan kecelakaan lalu lintas.Makin sering langgar lalu lintas, makin sering pula uang anda melayang untuk membayar denda. Tapi yang paling fatal dari keseringan melanggar adalah kemungkinan besar jadi korban kecelakaan. Cintai diri anda sendiri dan keluarga yang menanti anda pulang dengan selamat.
Comments