Dampak Sistem Zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru
Peulis Oleh Andi Syahrul Akbarsyah
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Definisi zonasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembagian atau pemecahan suatu area menjadi beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan. Tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Permendikbud No. 14 tahun 2018, yang kemudian digantikan dengan Permendikbud No. 51 tahun 2018, yang mengatur mengenai sistem penerimaan peserta didik baru, dimana salah satu sistem yang digunakan adalah sistem zonasi.1 Tujuan dikeluarkannya aturan ini ialah untuk menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa, mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, dan menghilangkan eksklusivitas dan diskriminasi di sekolah khususnya sekolah negeri. Sistem zonasi diyakini dapat mendorong tingkat kreativitas pendidik dalam pembelajaran dengan kondisi siswa yang heterogen, dan membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan, baik berupa sarana prasarana sekolah, maupun peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan.2
Aturan ini sebenarnya memiliki sisi positif seperti tidak ada lagi yang namanya sekolah unggulan dan tidak unggulan, kemudian siswa bisa bersekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumah, dan dengan sistem zonasi ini akan mendorong kualitas setiap sekolah. Namun pada penerapannya, terdapat pula sisi negatif yang merugikan bagi para calon peserta didik.
B. Rumusan Masalah
Mengapa zonasi perlu diterapkan dalam penerimaan peserta didik baru?
Bagaimana dampak yang muncul akibat pengklasifikasian kuota jalur PPDB kepada para calon peser
PEMBAHASAN
Sistem zonasi diterapkan tentu bukan tanpa alasan. Alasan utama diterapkannya zonasi ialah untuk pemerataan pendidikan. Muhadjir Effendy mengatakan bahwa kebijakan zonasi merupakan pendekatan untuk mewujudkan pemerataan akses pada layanan dan kualitas pendidikan. Masyarakat perlu tahu, bahwa sistem zonasi ini tidak hanya digunakan untuk PPDB saja, tetapi juga untuk membenahi berbagai standar nasional pendidikan.3 Jika dilihat dari alasan tersebut, maka kita bisa melihat bahwa penerapan zonasi ini dapat memberikan manfaat untuk sekolah. Namun pertanyaannya kemudian bagaimana dampak yang diberikan kepada para calon peserta dengan diterapkannya sistem zonasi tersebut?
Jika dilihat secara seksama, dalam Permendikbud No. 51 tahun 2018 yang mengatur tentang penerimaan peserta didik baru, pada pasal 16 disebutkan bahwa pendaftaran ppdb dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua/wali. Kemudian disebutkan selanjutnya bahwa kuota untuk tiap jalur diklasifikasikan sebagai berikut;
Jalur zonasi, minimal 90% dari daya tampung sekolah
Jalur prestasi, maksimal 5% dari daya tampung sekolah
Jalur perpindahan tugas orang tua/wali, maksimal 5% dari daya tampung sekolah.
Tingginya kuota yang diberikan pada calon peserta yang mendaftar melalui jalur zonasi merupakan konsekuensi logis dari penerapan sistem zonasi itu sendiri. Dengan diterapkannya sistem zonasi, maka sekolah memiliki kewajiban untuk mengutamakan calon peserta didik yang jarak domisilinya paling dekat dengan sekolah. Dari hal tersebut, setidaknya ada dua dampak positif yang diterima oleh para calon peserta;
Jarak sekolah yang lebih dekat dengan rumah. Dengan jarak sekolah yang dekat dengan rumah, maka siswa akan lebih mudah untuk datang tepat waktu ke sekolah. Selain itu siswa tidak akan menghabiskan terlalu banyak tenaga di perjalanan, sehingga saat di sekolah bisa tetap fokus untuk belajar.
Kontrol sosial yang lebih mudah. dalam hal ini yang menjadi agen kontrol sosial tidak hanya guru, tetapi juga masyarakat sekitar sekolah. Para guru kemungkinan besar hanya bisa mengawasi muridnya ketika mereka sedang beraktifitas di dalam sekolah. Sedangkan saat di luar sekolah, potensi siswa melakukan penyimpangan sosial akan lebih besar, oleh karena itu dengan adanya masyarakat yang ikut mengawasi, siswa akan lebih sulit untuk melakukan hal menyimpang.
Namun penerapan sistem zonasi untuk PPDB ini banyak di protes oleh para orang tua, mereka merasa sistem zonasi justru merugikan anak-anak mereka.5 Jika dilihat dari kuota jalur penerimaan yang diatur dalam pasal 16, memang ada dampak negatif yang akan diterima,
Dengan diterapkannya kuota minimal 90% untuk jalur zonasi, maka calon peserta didik kemungkinan besar hanya bisa bersekolah di sekolah yang berada dalam satu zonasi yang sama dengan tempat ia tinggal. Hal ini tentu membatasi pilihan calon peserta didik, padahal mereka memiliki hak untuk memilih sekolah yang mereka inginkan. Meskipun mendikbud telah mengatakan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi sebutan sekolah unggulan dan reguler, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa fakta dilapangan menunjukkan bahwa kualitas sekolah masih belum merata.6 Siswa yang berprestasi tentunya menginginkan dirinya bersekolah di sekolah yang berkualitas baik. Dengan diterapkannya aturan ini, maka calon peserta didik harus terima jika ia belajar di sekolah yang dekat dengan tempat ia tinggal, namun secara kualitas sekolah tersebut dapat dikatakan masih kurang baik.
Dengan mengutamakan jarak tempat tinggal sebagai faktor utama diterimanya calon peserta didik, bukan prestasi yang mereka miliki, tentu ini menghilangkan jiwa kompetisi antar calon peserta. Mereka yang tinggal berdekatan dengan sekolah, akan merasa dirinya dapat diterima di sekolah yang ia pilih, dan akhirnya tidak berjuang keras untuk mendapatkan nilai yang baik agar bisa bersaing masuk ke sekolah yang mereka pilih. Sebaliknya, murid yang tadinya semangat untuk belajar demi sekolah yang ia inginkan, akan hilang semangatnya ketika tempat tinggalnya berada di luar zona sekolah yang ia inginkan, dan meskipun masih bisa mendaftar di sekolah yang berbeda zona melalui jalur prestasi, namun kemungkinan diterima sangat kecil, dikarenakan kuota jalur prestasi untuk tiap sekolah maksimal hanya 5%, artinya jika ingin diterima, maka nilai ujian calon peserta harus sangat baik agar bisa masuk dalam 5% tersebut.
1 Permendikbud No. 51 Tahun 2018, Pasal 16 ayat 1
2 Kemdikbud. “Kemendikbud: Sistem Zonasi Mempercepat Pemerataan di Sektor Pendidikan”, (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/06/kemendikbud-sistem-zonasi-mempercepat-pemerataan-di-sektor-pendidikan, diakses pada 18 Agustus 2019)
3 Andi Nur Aminah. “Mendikbud: Sistem Zonasi Untuk Pemerataan Pendidikan”, (https://republika.co.id/berita/ptb13w384/mendikbud-sistem-zonasi-untuk-pemerataan-pendidikan, diakses pada 21 Juni 2019)
4 Maria Fatima Bona. “Ini Sisi Positif PPDB Zonasi Menurut KPAI”, (https://www.beritasatu.com/nasional/560292/ini-sisi-positif-ppdb-zonasi-menurut-kpai, diakses pada 21 Juni 2019)
5 Yulaika Ramadhani. “PPDB Jalur Zonasi Diprotes Ratusan Wali Murid di Surabaya”, (https://tirto.id/ppdb-jalur-zonasi-diprotes-ratusan-wali-murid-di-surabaya-ecJB, diakses pada 21 Juni 2019)
6 Esthi Maharani, “Mendikbud: Disparitas Pendidikan di Daerah Masih Tinggi”, (https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/08/24/pdyudg335-mendikbud-disparitas-pendidikan-di-daerah-masih-tinggi, diakses pada 21 Juni 2019)
KESIMPULAN
Permasalahan sistem zonasi ini sebenarnya tidak akan terlalu menjadi masalah, jika kualitas tiap sekolah sudah sama baiknya. Namun, faktanya masih ada disparitas antara sekolah-sekolah yang berada di pedesaan dengan perkotaan. Calon peserta yang memiliki prestasi namun tinggal dalam zona yang sekolahnya secara kualitas masih kurang baik, harus berjuang agar bisa diterima lewat jalur prestasi untuk bisa melanjutkan pendidikan di sekolah yang kualitasnya lebih baik. Seharusnya sistem zonasi ini diterapkan secara nasional jika kualitas tiap sekolah sudah merata dengan baik, atau jika tetap ingin diterapkan, tidak perlu secara nasional, namun cukup di daerah-daerah yang sudah siap, sambil meningkatkan kualitas sekolah-sekolah di daerah yang belum menerapkan sistem zonasi. Sehingga pada akhirnya sistem zonasi dapat diterapkan secara nasional dan harapannya dapat berjalan dengan baik.
Sebagai penutup, penulis berharap pemerintah dapat mengevaluasi sistem zonasi yang masih diberlakukan sampai saat ini, agar nantinya tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa dirugikan. Setiap faktor perlu dipertimbangkan dengan matang, mengingat masih banyak masalah yang terjadi mengenai sistem zonasi ini. Namun, penulis percaya bahwa dengan meningkatkan kualitas setiap sekolah menjadi sama baiknya, siswa akan memiliki banyak pilihan sekolah. Sehingga mereka tidak terpaku pada sekolah tertentu untuk melanjutkan pendidikannya.A
DAFTAR PUSTAKA
Permendikbud No. 51 Tahun 2018
Kemdikbud. 2018. “Kemendikbud: Sistem Zonasi Mempercepat Pemerataan di Sektor Pendidikan”, (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/06/kemendikbud-sistem-zonasi-mempercepat-pemerataan-di-sektor-pendidikan, Diakses pada 18 Agustus 2019)
Aminah,Andi Nur. 2019. “Mendikbud: Sistem Zonasi Untuk Pemerataan Pendidikan”, (https://republika.co.id/berita/ptb13w384/mendikbud-sistem-zonasi-untuk-pemerataan-pendidikan, diakses pada 21 Juni 2019)
Bona, Maria Fatima. 2019. “Ini Sisi Positif PPDB Zonasi Menurut KPAI”, (https://www.beritasatu.com/nasional/560292/ini-sisi-positif-ppdb-zonasi-menurut-kpai, diakses pada 21 Juni 2019)
Ramadhani, Yulaika. 2019. “PPDB Jalur Zonasi Diprotes Ratusan Wali Murid di Surabaya”, (https://tirto.id/ppdb-jalur-zonasi-diprotes-ratusan-wali-murid-di-surabaya-ecJB, diakses pada 21 Juni 2019)
Maharani, Esthi. 2018. “Mendikbud: Disparitas Pendidikan di Daerah Masih Tinggi”, (https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/18/08/24/pdyudg335-mendikbud-disparitas-pendidikan-di-daerah-masih-tinggi, diakses pada 21 Juni 2019)
I really like it, and I look forward to hearing from you next. Thank you for the information about the most popular news this year. For more detailed information, please visit our website for further information https://viralfirstnews.com/